Selasa, 02 Desember 2014

PERKEMBANGAN SEJARAH KIMIA


Ilmu kimia berkembang dari tiga sumber, yaitu alchemy/alkimia, ilmu kedokteran dan kemajuan teknologi. Alkimia adalah protosains yang menggabungkan unsur-unsur kimia, fisika, astrologi, seni, semiotika, metalurgi, kedokteran, mistisisme, dan agama.Kata alkimia berasal dari Bahasa Arabal-kimiya atau al-khimiya (الكيمياء atau الخيمياء), yang mungkin dibentuk dari partikel al- dan kata Bahasa Yunani khumeia (χυμεία) yang berarti “mencetak bersama”, “menuangkan bersama”, “melebur”, “aloy”, dan lain-lain (dari khumatos, “yang dituangkan, batang logam” ). Etimologi lain mengaitkan kata ini dengan kata “Al Kemi”, yang berarti “Seni Mesir”, karena bangsa Mesir Kuno menyebut negerinya “Kemi” dan dipandang sebagai penyihir sakti di seluruh dunia kuno.[http://id.wikipedia.org/wiki/Alkemi]

Alkimia mulai menyebar melalui timur tengah sampai ke eropa, saat itu alkimia sangat dipengaruhi oleh pemikiran barat. Alkimia sangat dipengaruhi oleh ilmuwan-ilmuwan yunani yang menyatakan bahwa materi dapat berubah menjadi material yang lain yang lebih sempurna. Selama 1500 tahun, tradisional alkimia mempelajari tetang materi dan perubahannya. Mereka mencari berbagai cara untuk merubah material yang tidak berharga seperti tembaga menjadi sesuatu yang sangat bernilai seperti emas (transmutasi logam). Hal ini yang menyebabkan para ahli alkimia melukis objek-objek tembaga dengan lapisan emas untuk membodohi para pengikutnya.

Banyak penemuan dalam bidang alkimia yang sangat berarti dalam proses kimia. Destilasi, perkolasi dan ekstrasi adalah beberapa metode penting yang ditemukan dalam perkembangan alkimia. Alkimia juga mempengaruhi praktek kedokteran di eropa. Sejak abad ke 13, destilasi tanaman herbal telah digunakan untuk pengobatan tradisional. Paracelsus, seorang ahli alkimia dan fisikawan penting dalam sejarah menyatakan bahwa tubuh manusia merupakan suatu sistem kimia yang keseimbangan senyawa di dalamnya dapat digantikan oleh obat-obatan/perawatan kedokteran. Pengikut paracelsus yang kemudian menemukan mineral-drugs pada abad ke 17.

Selain dalam bidang alkimia dan kedokteran, ilmu kimia juga dipengaruhi oleh perkembangan teknologi. Selama ribuan tahun manusia mencoba untuk mengembangkan teknologi yang dapat menghasilkan perubahan material. Pembuatan tembikar, prose dying dan metalurgi turut memberikan pengaruh terhadap pemikiran tentang perubahan material. Pada abad pertengahan, teknologi pembuatan tepung, metalurgi, dan geologi mulai didokumenkan. Banyak buku-buku yang menjelaskan tentang metode pemurnian, assay dan penggunaan timbangan.

Ilmuwan yang berpikir filsafati, diharapkan bisa memahami filosofi kehidupan, mendalami unsur-unsur pokok dari ilmu yang ditekuninya secara menyeluruh sehingga lebih arif dalam memahami sumber, hakikat dan tujuan dari ilmu yang ditekuninya, termasuk pemanfaatannya bagi masyarakat. Untuk mencapai tujuan itu, maka proses pendidikan hendaknya bukan sekedar untuk mencapai suatu tujuan akhir tapi juga mem-pelajari hal-hal yang dilakukan untuk mencapai tujuan akhir tersebut. Sehingga, ilmuwan selain sebagai orang berilmu juga memiliki kearifan, kebenaran, etika dan estetika.

Secara epistemologis dapat dikatakan bahwa ilmu pengetahuan yang ada saat ini merupakan hasil dari akumulasi pengetahuan yang terjadi dengan pertumbuhan, pergan-tian dan penyerapan teori. Kemunculan teori baru yang menguatkan teori lama akan memperkuat citra sains normal. Tetapi, anomali dalam riset ilmiah yang tidak bisa dise-lesaikan oleh paradigma yang menjadi referensi riset, menyebabkan berkembangnya paradigma baru yang bisa memecahkan masalah dan membimbing riset berikutnya (mela-hirkan revolusi sains). Tumbuh kembangnya teori dan pergeseran paradigma adalah po-la perkembangan yang biasa dari sains yang telah matang. Berkembangnya peralatan analisis juga mendorong semakin berkembangnya ilmu. Contoh epistemologi ilmu dimana terjadi perubahan teori dan pergeseran paradigma terlihat pada perkembangan teori atom, teori pewarisan sifat dan penemuan alam semesta.

Dalam perkembangan ilmu, suatu kekeliruan mungkin terjadi terutama saat pembentukan paradigma baru. Tetapi, yang harus dihindari adalah melakukan kesalahan yang lalu ditutupi dan diakui sebagai kebenaran.

Perkembangan Teori Atom
Konsep atom dicetuskan oleh Leucippus dan Democritus (abad ke-6 SM): materi (segala sesuatu di alam) secara fisik disusun oleh sejumlah benda berukuran sangat kecil (atom). Atom merupakan partikel yang sangat kecil, padat dan tidak bisa dibagi, bergerak dalam ruang dan bersifat abadi. Menurut John Dalton (1766–1844) setiap unsur kimia dibentuk oleh partikel yang tak bisa diurai (atom).

Pergeseran paradigma terjadi ketika ternyata dibuktikan bahwa atom masih bisa dibagi dan memiliki elektron (J.J. Thomson,1856–1940) dan proton (E. Goldstein, 1886). Pengetahuan bahwa atom bisa dibagi membuat ilmuwan lalu mereka-reka struktur atom. Thomson, menganalogikan atom seperti roti tawar dengan kismisnya, dimana elektron dan partikel positif terdistribusi merata. Dari penelitian E. Rutherford (1871-1937) disimpulkan bahwa elektron mengorbit mengelilingi nukleus. Postulat ini diperbaiki oleh J. Chadwick (1891–1974): atom memiliki sebuah inti yang terdiri dari nuklei, dan elektron-elektron yang mengorbit mengelilinginya; dan lalu disempurnakan oleh Niels Bohr yang mempertimbangkan efek kuantisasi energi atom. Teori-teori atom dan strukturnya masih terus disempurnakan. Saat ini mulai terjadi anomali yang menggugat paradigma yang sudah ada. Murray Gell-Mann (1964) mengatakan, proton dan netron masih bisa dibagi menjadi quark.

Perkembangan Teori Pewarisan Sifat
Pemikiran tentang pewarisan sifat sudah ada sejak jaman dulu. Plato dengan paham esensialismenya menjelaskan, setiap orang merupakan bayangan dari tipe ideal. Esensinya, manusia adalah sama dan keragaman di dunia tidak ada artinya.

Perkembangan teori ini diawali dengan dilema yang dihadapi Darwin: apa penyebab variasi dan apa yang mempertahankan variasi? Menurut F. Galton, setiap anak menuju kecenderungan rata-rata dari sifat induknya. Sifat sifat hereditas konti-nyu dan bercampur, anak adalah rata-rata dari kedua orang tua, maka variasi tidak ada. Sementara menurut Darwin, keragamanlah yang penting, bukan rata-rata tetapi Darwin belum bisa menjelaskan mengapa keragaman tersebut bisa terjadi. Hipotesa sementaranya menjelaskan bahwa kopi sel dari setiap jaringan yang dimasukkan ke dalam darah (gemmules)-lah yang memproduksi keragaman ketika gemmule dibentuk dan dikonversi kembali menjadi sel tubuh pada saat reproduksi. Tapi, perjalanan sejarah ilmu perkembangan sel selanjutnya membuktikan bahwa hipotesis ini salah. Mendell yang melakukan persilangan kacang dan menghasilkan varietas yang berbeda, mulus dan keriput tapi tidak ada yang di tengah-tengah, menyimpulkan bahwa sifat-sifat yang diturunkan bersifat diskrit, ada yang dominan dan ada yang resesif, tapi tidak bisa bercampur. Teori inilah yang selanjutnya digunakan sebagai dasar pe-ngembangan teori pewarisan sifat.

Perkembangan Teori Tata Surya
Prediksi peredaran matahari, bintang, bulan dan gerhana sudah dilakukan bangsa Baylonia, 4000
tahun yang lalu. Kosmologi Yunani (4SM) menyatakan bumi pusat dan semua benda langit mengitari bumi. Konsep ini dipatahkan Copernicus (1473-1543) yang menyatakan bahwa matahari adalah pusat sistem tata surya dan bumi bergerak mengelinginya dalam orbit lingkaran. Teori Copernicus menjadi lan-dasan awal pengembangan ilmu tentang tata surya.

Seorang ilmuwan berada pada posisi dimanadia memiliki pengetahuan yang berdasarkan pada fakta (factual knowledge). Tetapi, fakta itu tidak berarti walaupun bisa menjadi instrumen jika tidak diaplikasikan. Aplikasi dari suatu kajian ilmu hendak-lah mempunyai nilai kegunaan (aksiologis) yang memberi makna terhadap kebenaran atau ke¬nyataan yang dijumpai dalam seluruh aspek kehidupan Kajian filsafat berkenaan dengan pencarian kebenaran fundamental. Seorang ilmuwan, hendaklah mengkaji kebenaran fundamental dari suatu alternative pemecahan masalah yang disodorkannya. Seorang ilmuwan juga memiliki tanggung jawab sosial untuk memberi perspektif yang benar terhadap suatu masalah yang sedang dihadapi dan alternatif pemecahannya secara keilmuan kepada mayarakat awam. Dengan penguasaan ilmunya, seorang ilmuwan juga hendaknya bias mempengaruhi opini masyarakat terhadap masalah-masalah yang seharusnya mereka sadari.

Sebagai contoh, kajian ilmu bioteknologi, revolusi hijau (bibit unggul, pestisida, pupuk kimia) dan tanaman transgenik telah meningkatkan factual knowledge yang dimi-liki. Tetapi, ketika akan diaplikasikan ke masyarakat sebagai alternatif untuk mengatasi masalah, misalnya aplikasi tanaman transgenik untuk mengatasi produksi pangan yang terus menurun, maka kita perlu mempertanyakan kebenaran fundamental yang ada dibelakangnya. Apa penyebab masalah yang sebenarnya? Apa saja alternative pemecahan ma-salahnya? Apakah alternative yang diajukan memang alternatif terbaik untuk mengatasi masalah? Bagaimana kajian keuntungan dan resiko dari alternatif yang dipilih ini? Bagaimana dampaknya terhadap kemanusiaan, lingkungan, ekonomi dan sistim sosial masyarakat? Hal-hal ini harus dipelajari dan dijawab oleh ilmuwan sebelum alternatif ini benar-benar dipilih untuk mengatasi suatu masalah. Sehingga tidak terjadi kasus dimana aplikasi dari suatu factual knowledge ternyata pada akhirnya menimbulkan dampak negatif bagi manusia, lingkungan, sosial ataupun aspek lain dari kehidupan masyarakat

Sejarah kimia dimulai lebih dari 4000 tahun yang lalu dimana bangsa Mesir mengawali dengan the art of synthetic “wet” chemistry. 1000 tahun SM, masyarakat purba telah menggunakan tehnologi yang akan menjadi dasar terbentuknya berbagai macam cabang ilmu kimia. Ekstrasi logam dari bijihnya, membuat keramik dan kaca, fermentasi bir dan anggur, membuat pewarna untuk kosmetik dan lukisan, mengekstraksi bahan kimia dari tumbuhan untuk obat-obatan dan parfum, membuat keju, pewarna, pakaian, membuat paduan logam seperti perunggu.

Mereka tidak berusaha untuk memahami hakikat dan sifat materi yang mereka gunakan serta perubahannya, sehingga pada zaman tersebut ilmu kimia belum lahir. Tetapi dengan percobaan dan catatan hasilnya merupakan sebuah langkah menuju ilmu pengetahuan.

Para ahli filsafat Yunani purba sudah mempunyai pemikiran bahwa materi tersusun dari partikel-partikel yang jauh lebih kecil yang tidak dapat dibagi-bagi lagi (atomos). Namun konsep tersebut hanyalah pemikiran yang tidak ditunjang oleh eksperimen, sehingga belum pantas disebut sebagai teori kimia.

Ilmu kimia sebagai ilmu yang melibatkan kegiatan ilmiah dilahirkan oleh para ilmuwan muslim bangsa Arab dan Persia pada abad ke-8. Salah seorang bapak ilmu kimia yang terkemuka adalah Jabir ibn Hayyan (700-778), yang lebih dikenal di Eropa dengan nama Latinnya, Geber. Ilmu yang bari itu diberi nama al-kimiya (bahasa Arab yang berarti “perubahan materi”). Dari kata al-kimiya inilah segala bangsa di muka bumi ini meminjam istilah: alchemi (Latin), chemistry (Inggris), chimie (Perancis), chemie (Jerman), chimica (Italia) dan kimia (Indonesia).

Sejarah kimia dapat dianggap dimulai dengan pembedaan kimia dengan alkimia oleh Robert Boyle (1627–1691) melalui karyanya The Sceptical Chymist (1661). Baik alkimia maupun kimia mempelajari sifat materi dan perubahan-perubahannya tapi, kebalikan dengan alkimiawan, kimiawan menerapkan metode ilmiah.

Pada tahun 1789 terjadilah dua jenis revolusi besar di Perancis yang mempunyai dampak bagi perkembangan sejarah dunia. Pertama, revolusi di bidang politik tatkala penjara Bastille diserbu rakyat dan hal ini mengawali tumbuhnya demokrasi di Eropa. Kedua, revolusi di bidang ilmu tatkala Antoine Laurent Lavoisier (1743-1794) menerbitkan bukunya, Traite Elementaire de Chimie, hal ini mengawali tumbuhnya kimia modern. Dalam bukunya Lavoisier mengembangkan hukum kekekalan massa. Penemuan unsur kimia memiliki sejarah yang panjang yang mencapai puncaknya dengan diciptakannya tabel periodik unsur kimia oleh Dmitri Mendeleyev pada tahun 1869.

Akar ilmu kimia dapat dilacak hingga fenomena pembakaran. Api merupakan kekuatan mistik yang mengubah suatu zat menjadi zat lain dan karenanya merupakan perhatian utama umat manusia. Adalah api yang menuntun manusia pada penemuan besi dan gelas. Setelah emas ditemukan dan menjadi logam berharga, banyak orang yang tertarik menemukan metode yang dapat merubah zat lain menjadi emas. Hal ini menciptakan suatu protosains yang disebut Alkimia. Alkimia dipraktikkan oleh banyak kebudayaan sepanjang sejarah dan sering mengandung campuran filsafat, mistisisme, dan protosains.

Alkimiawan menemukan banyak proses kimia yang menuntun pada pengembangan kimia modern. Seiring berjalannya sejarah, alkimiawan-alkimiawan terkemuka (terutama Abu Musa Jabir bin Hayyan dan Paracelsus) mengembangkan alkimia menjauh dari filsafat dan mistisisme dan mengembangkan pendekatan yang lebih sistematik dan ilmiah. Alkimiawan pertama yang dianggap menerapkan metode ilmiah terhadap alkimia dan membedakan kimia dan alkimia adalah Robert Boyle (1627–1691). Walaupun demikian, kimia seperti yang kita ketahui sekarang diciptakan oleh Antoine Lavoisier dengan hukum kekekalan massanya pada tahun 1783.

Penemuan unsur kimia memiliki sejarah yang panjang yang mencapai puncaknya dengan diciptakannya table periodik unsur kimia oleh Dmitri Mendeleyev pada tahun 1869. Penghargaan Nobel dalam Kimia yang diciptakan pada tahun 1901 memberikan gambaran bagus mengenai penemuan kimia selama 100 tahun terakhir. Pada bagian awal abad ke-20, sifat subatomik atom diungkapkan dan ilmu mekanika kuantum mulai menjelaskan sifat fisik ikatan kimia. Pada pertengahan abad ke-20, kimia telah berkembang sampai dapat memahami dan memprediksi aspek aspek biologi yang melebar ke bidang biokimia. Industri kimia mewakili suatu aktivitas ekonomi yang penting. Pada tahun 2004, produsen bahan kimia 50 teratas global memiliki penjualan mencapai 587 bilyun dolar AS dengan margin keuntungan 8,1% dan pengeluaran riset dan pengembangan 2,1% dari total penjualan.

0 komentar:

Posting Komentar